Wednesday, January 6, 2010

MELURUSKAN PARADIGMA MASYARAKAT TENTANG SYARI’AT ISLAM (1)

Oleh: Hasan Nasrulloh*
Isu tentang penegakan syari’at Islam di Indonesia telah ada sebelum kemerdekaan dicapai dan masih berlangsung hingga saat ini. Perlu diketahui bahwa pada tanggal 17 Agustus 1945 yang bertepatan dengan hari jum’at di bulan Ramadhan, Indonesia merupakan Negara merdeka dan “berdasarkan ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya.”

Namun keesokan harinya pada tanggal 18 Agustus 1945 tujuh kata dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya” yang tercantum dalam UUD ’45 tersebut dihapus dihapus dan diganti dengan kalimat “yang maha Esa.” Meskipun pemerintah pada saat itu berdalih bahwa ini adalah UUD sementara, UUD darurat, UUD kilat, apa yang umat Islam inginkan dapat diperjuangkan enam bulan lagi dalam MPR. Namun janji tinggal janji, bahkan sampai detik ini jangankan mengembalikan tujuh kata yang telah dicoret dari UUD ’45, RUU aksi pornografi dan pornoaksi pun entah bagaimana kabarnya hilang ditelah isu-isu yang lain.
Mendengar penegakan syari’at Islam seolah menjadi momok yang menakutkan khususnya bagi kalangan minoritas di negeri ini. Bahkan ada juga di kalangan umat yang mengaku dirinya beragama Islam menolak secara terang-terangan dengan berbagai alasan untuk tidak ditegakannya syari’at Islam. Seolah ada anggapan bahwa syari’at Islam akan mengacuhkan kaum minoritas yang ada, wanita lebih hina derajatnya dari laki-laki, hukuman-hukuman yang terkesan sadis seperti potong tangan bagi pencuri, dirajam dan dijilid bagi yang berbuat zina, hukum qishash, dll.
Artinya ada kesalahan paradigma di masyarakat khususnya di kalangan umat Islam itu sendiri yang merupakan mayoritas di negeri ini. Maka perlu adanya pemahaman yang lurus tentang apa hakikat dari syari’at Islam itu sendiri.
Syari’at Islam adalah hukum-hukum (peraturan-peraturan) yang diturunkan Allah SWT untuk umat manusia melalui Nabi Muhammad SAW baik berupa Al-Qur’an maupun Sunnah Nabi yang berwujud perkataan, perbuatan, dan ketetapan, atau pengesahan. Para ulama sepakat bahwa tujuan dari syari’at Islam ialah untuk menjaga lima hal berikut: agama, jiwa, akal, keturunan dan harta milik. Kelima hal tersebut merupakan sendi eksistensi kehidupan manusia yang harus ada demi kemaslahatan mereka. Artinya jika hal-hal tersebut tidak diatur kehidupan manusia akan menjadi kacau balau dan kebahagian akhirat tidak akan tercapai.
Meskipun hukum dan peraturan yang dibuat oleh manusia juga bertujuan untuk menciptakan kemaslahatan manusia namun semua itu tidak akan dapat menandingi Allah SWT sebagai Sang Khaliq yang Maha Mengetahui akan segalanya. Firman-Nya: “Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS Al-Maidah: 50)
Maka tidak mengherankan ketika Indonesia dengan mayoritas penduduk muslim terbanyak di dunia yaitu sebesar 88% dari total jumlah penduduk dengan berbagai potensi kekayaan sumber daya alam baik yang berupa barang tambang ataupun kekayaan dan keanekaragaman flora dan fauna rakyatnya ibarat ayam yang mati di lumbung padi. Kelaparan, kemiskinan, pengangguran, kasus criminal semuanya seolah sudah menjadi sarapan pagi yang disuguhkan lewat berita-berita di berbagai media massa. Semua itu tiada lain dikarenakan belum tegaknya syari’at Islam di Negara kita. Coba kita renungkan ayat berikut: “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, Maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS Al-A’raaf: 96)
Suatu negeri akan dibukakan pintu berkah dari langit dan bumi jika penduduknya telah beriman dan bertaqwa yang tercermin dalam bentuk terlaksananya syari’at Islam di negeri tersebut. Penegakan syari’at Islam harus dimulai dari diri sendiri, keluarga, dan masyarakat yang lebih luas. Khususnya kaum muda yang memiliki kekuatan sebagai agent of social change, agent of social control dan iron stock yang memainkan peranan penting dalam menentukan maju mundurnya suatu bangsa.
Penegakan syari’at Islam dapat dimulai dari hal yang kecil akan tetapi sangat penting dan berpengaruh seperti shalat berjama’ah lima waktu di masjid bagi laki-laki dan mengenakan jilbab bagi perempuan, makan dan minum dengan tangan kanan, mengucapkan salam ketika bertemu sesame muslim, mengeluarkan kewajiban zakat (fitrah, jual beli, perhiasan, simpanan, dll), menghadiri majlis ta’lim dan kajian keislaman. Jika bukan kita sebagai umat Islam maka siapa lagi yang akan berjuang untuk menegakan syari’at Islam di negeri ini.
*Penulis adalah mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia Fakultas Ilmu Pendidikan Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan Konsentrasi Guru TIK (2009-sekarang) dan Bidgar Dakwah PC Pemuda Persis Padalarang (2007-2010)
Referensi:
Awwas, Irfan S. (2008). Trilogi Kepemimpinan Negara Islam Indonesia. Yogyakarta: Uswah.
Bugi, Mochamad. (2008). Mengenal Syariat Islam (bagian satu). [online]. Tersedia: http://www.dakwatuna.com/2008/mengenal-syariat-islam-bagian-1.html [12 November 2009]
Umar, Hussein. (2003). “Penghianatan atas Islam”. Sabili, No. 9 Th. X.
Yahya, Mukhtar dan Fatchurraman. (1986). Dasar-dasar Pembinaan Hukum Fikih Islam. Bandung: PT Al-Ma’arif.
http://www.id.wikipedia.org
Tim UPI. (2009). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

No comments:

Post a Comment